Pesankata.com, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, kembali menjadi sorotan publik terkait berbagai kontroversi yang melibatkan dirinya.

Mulai dari perolehan gelar doktor yang dinilai terlalu cepat, kebijakan investasi yang menuai kritik, hingga pernyataannya terkait maraknya peredaran BBM oplosan. Sejumlah akademisi, politisi, dan masyarakat pun menyoroti langkah-langkah yang diambil oleh Bahlil.

Gelar Doktor yang Dipertanyakan
Salah satu kontroversi yang paling banyak dibicarakan adalah perolehan gelar doktor Bahlil dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) dalam waktu 20 bulan. Proses yang lebih cepat dari biasanya ini menimbulkan berbagai spekulasi terkait kualitas akademiknya.

“Secara prosedur, memang ada jalur percepatan dalam studi doktoral, tetapi tetap harus diuji transparansi dan kualitas akademiknya,” ujar Dr. Hendra Saputra, seorang akademisi dari Universitas Gadjah Mada. Ia menambahkan bahwa UI seharusnya memberikan klarifikasi secara terbuka untuk menghindari dugaan adanya perlakuan istimewa.

Menanggapi kritik ini, pihak UI menyatakan bahwa gelar tersebut telah diberikan sesuai dengan prosedur akademik yang berlaku. Namun, desakan untuk melakukan audit akademik terhadap disertasi Bahlil semakin kuat setelah muncul dugaan plagiarisme dalam karyanya.

“Saya kira publik berhak mempertanyakan tingkat orisinalitas penelitian yang dilakukan oleh Bahlil. Jika dugaan plagiarisme benar adanya, maka ini adalah pukulan besar bagi kredibilitas akademik kita,” kata Rudi Hartanto, seorang dosen dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Selain itu, publikasi ilmiah Bahlil juga menjadi sorotan setelah disebut-sebut dimuat dalam jurnal predator. Jurnal predator adalah jurnal yang tidak menerapkan standar akademik ketat dan sering kali tidak melalui proses peer-review yang kredibel. Meskipun demikian, co-promotor Bahlil membantah tuduhan ini dan menyatakan bahwa publikasi tersebut telah memenuhi persyaratan kelulusan.

Pernyataan Kontroversial soal Investasi dan IKN
Di luar persoalan akademik, kebijakan investasi Bahlil juga menjadi bahan perdebatan. Ia pernah menyatakan bahwa investasi asing akan mendominasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Namun, pernyataan ini langsung menuai kritik dari berbagai kalangan yang mengkhawatirkan kedaulatan ekonomi Indonesia.

“Jika investasi asing terlalu dominan, kita akan kehilangan kontrol atas pembangunan IKN. Seharusnya, investasi dalam negeri lebih diberdayakan,” ujar Faisal Basri, ekonom senior dari Universitas Indonesia.

Selain itu, kebijakan Bahlil terkait penghapusan pengecer gas LPG 3 kg juga menuai protes. Banyak yang menilai kebijakan tersebut akan berdampak buruk bagi masyarakat kecil yang bergantung pada akses LPG bersubsidi.

“Alih-alih menghapus pengecer, sebaiknya pemerintah memperketat pengawasan agar distribusi LPG tepat sasaran. Jangan sampai kebijakan ini justru menyulitkan rakyat kecil,” kata Siti Nurhaliza, seorang aktivis dari Lembaga Konsumen Indonesia.

Sikap Bahlil Soal BBM Oplosan
Belum reda kritik terkait kebijakan investasinya, Bahlil kembali menjadi sorotan akibat komentarnya terkait maraknya peredaran BBM oplosan. Menurutnya, fenomena ini terjadi karena kesenjangan harga BBM bersubsidi dan nonsubsidi yang cukup tinggi.

“Selisih harga yang terlalu jauh membuat orang tergiur untuk mencari keuntungan dengan mencampur BBM bersubsidi dan nonsubsidi. Ini adalah tantangan yang harus kita atasi dengan kebijakan yang lebih ketat,” ujar Bahlil dalam sebuah konferensi pers di Jakarta.

Namun, pernyataan tersebut justru mendapat respons negatif dari berbagai pihak yang menilai bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus pada pengawasan dan penindakan, bukan sekadar mengomentari alasan di balik fenomena tersebut.

“Kalau hanya menyalahkan perbedaan harga tanpa solusi konkret, itu sama saja membiarkan praktik ilegal ini terus berlangsung. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan di lapangan dan menindak tegas pelaku BBM oplosan,” kata Yudi Pranoto, seorang pengamat kebijakan energi dari Universitas Airlangga.

Masyarakat pun ikut bereaksi terhadap pernyataan Bahlil. Banyak yang merasa bahwa pemerintah kurang serius dalam memberantas BBM oplosan, padahal dampaknya sangat merugikan konsumen.

“BBM oplosan ini bukan cuma merusak kendaraan, tapi juga bisa membahayakan keselamatan. Pemerintah harus tegas, jangan hanya bicara soal penyebabnya saja,” ujar Dedi Santoso, seorang pengemudi ojek online di Jakarta.

Desakan Evaluasi Kinerja
Dengan berbagai kontroversi yang menyelimuti dirinya, sejumlah pihak mulai mendesak agar dilakukan evaluasi terhadap kinerja Bahlil Lahadalia sebagai menteri. Beberapa akademisi bahkan mengusulkan agar gelar doktor yang diperolehnya ditinjau ulang jika ditemukan pelanggaran akademik.

Sementara itu, terkait kebijakan investasi dan penanganan BBM oplosan, masyarakat menuntut agar pemerintah lebih transparan dan tegas dalam mengatur kebijakan publik.

“Jangan sampai kebijakan yang diambil justru merugikan masyarakat kecil dan hanya menguntungkan kelompok tertentu. Publik butuh transparansi, bukan sekadar retorika,” pungkas Faisal Basri.

Hingga saat ini, Bahlil belum memberikan tanggapan lebih lanjut terkait berbagai kritik yang dialamatkan kepadanya. Namun, tekanan publik semakin meningkat, menandakan bahwa kontroversi ini masih jauh dari kata selesai.

(abb)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan