Dugaan Eksploitasi Karyawan oleh UD Sentoso Seal, Jan Hwa Diana Dilaporkan Terkait Penahanan Ijazah
Pesankata.com, Surabaya – Praktik ketenagakerjaan yang diduga melanggar hukum kembali menjadi sorotan di Surabaya. Kali ini, pemilik UD Sentoso Seal, Jan Hwa Diana, dilaporkan oleh 30 mantan karyawannya ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak atas dugaan penahanan dokumen penting berupa ijazah, serta pemotongan gaji secara sepihak yang diduga melanggar ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Sistem Uang Jaminan dan Penahanan Ijazah Dinilai Menyulitkan Pekerja
Para pelapor mengaku bahwa sejak hari pertama bekerja, mereka diminta untuk menyerahkan ijazah asli sebagai syarat diterima bekerja. Bila tidak menyerahkan ijazah, opsi lain yang diberikan adalah menyetorkan uang jaminan sebesar Rp 2 juta yang dibayarkan melalui pemotongan gaji selama dua bulan.
Meski dana jaminan itu dijanjikan akan dikembalikan setelah lima tahun masa kerja, kenyataannya banyak pekerja yang tidak menerima pengembaliannya, terutama mereka yang berhenti lebih awal karena alasan pribadi ataupun tekanan kerja. Bahkan setelah resign, sebagian besar dari mereka kesulitan mendapatkan kembali ijazah aslinya tanpa membayar sejumlah uang, yang justru semakin menambah beban mereka.
Kondisi Kerja Dinilai Tidak Manusiawi
Selain penahanan dokumen, keluhan juga mencuat mengenai kondisi kerja yang jauh dari standar layak. Para mantan karyawan menyebut gaji yang diberikan di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Surabaya, tidak ada kompensasi atas lembur, serta adanya denda Rp 150 ribu untuk setiap ketidakhadiran kerja, tanpa mempertimbangkan alasan yang mendasari.
Beberapa mantan pekerja bahkan mengaku terpaksa bersikap buruk di tempat kerja agar bisa diberhentikan dan dengan harapan ijazah dikembalikan. Namun alih-alih mendapatkan kembali dokumennya, mereka justru tetap ditagih Rp 2 juta jika ingin mengambil ijazah yang ditahan.
Pemerintah Kota dan Kemenaker Turun Tangan
Tingginya tekanan publik membuat pemerintah kota turun tangan. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, didampingi Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker), Achmad Zaini, secara langsung mendampingi para korban untuk melaporkan kasus ini ke aparat kepolisian.
Eri menyatakan bahwa perusahaan yang terbukti melanggar hak dasar pekerja tidak layak mendapat tempat di Surabaya. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, juga melakukan inspeksi mendadak dan menunjukkan kekecewaannya atas sikap perusahaan yang dianggap tidak kooperatif dan tidak menunjukkan itikad baik menyelesaikan kasus ini.
Respons Kontroversial dari Pihak Perusahaan
Saat diperiksa oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur, Jan Hwa Diana membantah tuduhan yang dilayangkan kepadanya dan mengaku tidak mengingat adanya penahanan ijazah terhadap para karyawan. Ia juga menyatakan tidak mengenali hubungan kerja dengan para pelapor. Pernyataan ini dinilai mencederai akuntabilitas perusahaan, dan menuai kritik dari kalangan pemerhati ketenagakerjaan.
Proses Hukum Berjalan dan Peringatan untuk Pelaku Usaha
Kasus ini kini dalam tahap penyelidikan oleh pihak berwenang. Pemerintah Kota Surabaya berkomitmen untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang tidak menjunjung tinggi hak-hak pekerja.
Masyarakat, khususnya para pekerja dan pencari kerja, diimbau untuk lebih waspada dan melaporkan segala bentuk eksploitasi atau pelanggaran ketenagakerjaan ke instansi terkait. Pemerintah juga berencana memperkuat pengawasan dan regulasi ketenagakerjaan demi menciptakan iklim kerja yang lebih adil dan manusiawi di Surabaya.


