Pesankata.com, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan keprihatinannya terhadap kebijakan tarif timbal balik dari Amerika Serikat yang mulai berlaku 9 April 2025. Dalam paparannya, ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia akan melakukan berbagai penyesuaian untuk meringankan beban pelaku usaha nasional dari dampak langsung kebijakan tarif Trump tersebut.

Menurut Sri Mulyani, strategi pemerintah akan difokuskan pada tiga pendekatan utama. Pertama, menyederhanakan proses administrasi di bidang kepabeanan, termasuk mekanisme pengembalian pajak dan izin-izin perdagangan. Penyederhanaan ini diharapkan dapat langsung menurunkan beban tarif hingga 2 persen, sebuah reformasi kecil namun efektif dari sisi operasional.

Langkah kedua menyasar penyesuaian tarif PPh impor, di mana tarif untuk produk tertentu akan dipangkas dari 2,5 persen menjadi hanya 0,5 persen. Penurunan ini diyakini dapat menekan biaya impor sebesar 2 persen tambahan. Pemerintah juga akan merevisi tarif bea masuk untuk produk dari AS dari rentang 5–10 persen menjadi hanya 0–5 persen.

Tak hanya itu, pemerintah merancang pengurangan bea keluar untuk komoditas seperti CPO agar lebih kompetitif di pasar global. Selain itu, mekanisme anti-dumping dan safeguard imbalance akan dipercepat hanya dalam waktu 15 hari, sebagai langkah taktis untuk melindungi industri domestik dari serbuan barang luar negeri.

“Kami akan melakukan berbagai reformasi fiskal dan prosedural secara kolaboratif lintas kementerian, agar pelaku usaha tidak sendirian menghadapi tekanan global,” ungkap Sri Mulyani dalam forum diskusi ekonomi di Jakarta.

Di sisi lain, Sri Mulyani juga menyoroti pendekatan ekonomi yang diambil AS dalam menetapkan tarif baru tersebut. Ia menyebut kebijakan itu tidak memiliki dasar teori ekonomi yang jelas, melainkan hanya sekadar strategi menutup defisit fiskal Amerika.

“Tarif itu ditetapkan tanpa dasar ilmu ekonomi, murni karena alasan defisit. Jadi kalau hari ini para ekonom merasa bingung, ya wajar. Karena pendekatan seperti ini memang tidak bisa dijelaskan dengan teori ekonomi yang kita pelajari,” ujarnya dengan nada kritis.

Ia menekankan bahwa skema tarif tersebut lebih bersifat transaksional dan mengabaikan prinsip-prinsip perdagangan bebas yang sehat. Indonesia, lanjut Sri Mulyani, harus cermat dalam merespons tanpa menambah tekanan terhadap pelaku industri nasional.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan