Strategi Digital Dedi Mulyadi: Hemat Anggaran, Dekat dengan Rakyat
Pesankata.com, Bandung – Dedi Mulyadi tak mempermasalahkan gelar “gubernur konten” yang disematkan padanya. Ia justru menjadikan media sosial sebagai alat untuk memperkuat keterhubungan antara pemerintah dan masyarakat. Baginya, konten bukan sekadar gaya, melainkan substansi dalam penyampaian program secara transparan dan langsung.
Dalam wawancara bersama Tempo, Dedi menegaskan bahwa keaktifannya di media sosial adalah bentuk efisiensi anggaran sekaligus strategi untuk menyampaikan kerja-kerja pemerintahan. “Kalau tidak pakai media sosial, kami harus anggarkan hingga Rp 50 miliar untuk promosi di media. Tapi karena aktif online, cukup Rp 3 miliar saja,” jelasnya. Selisihnya, lanjut dia, bisa dialihkan untuk membangun fasilitas publik seperti jalan, sekolah, dan rumah sakit.
Dedi juga menyoroti pentingnya mengarahkan konten digital ke arah yang produktif. Menurutnya, terlalu banyak konten yang membuat masyarakat menjadi konsumtif. “Saya ingin masyarakat lebih produktif lewat konten saya. Jadi memang sengaja melawan arus tren digital saat ini,” ungkapnya.
Pendekatan ini dibangun dengan profesionalisme. Dedi memiliki tim konten yang solid—terdiri dari tujuh videografer yang bekerja dalam dua tim bergiliran setiap bulan. Mereka ditugaskan untuk mendokumentasikan setiap aktivitas Dedi, dengan fokus pada kepekaan sosial dan kesederhanaan yang menonjol dari gerak-geriknya.
Jay Abramena, kreator di balik akun Kang Dedi Mulyadi Channel, menjelaskan bahwa konten yang dibuat selalu menonjolkan momen kecil namun bermakna. “Misalnya saat Pak Dedi pungut sampah di jalan, itu kita anggap penting. Karena pemimpin seperti itulah yang dirindukan rakyat,” katanya.
Target Dedi pun tidak main-main: minimal tiga konten tayang setiap harinya. Ia bahkan menulis sendiri judul kontennya dan mengarahkan timnya untuk segera mengedit serta mengunggah video secara cepat.
Dari sisi pendapatan, data Socialblade memperkirakan bahwa akun YouTube Dedi dapat menghasilkan pendapatan bulanan yang signifikan, yakni antara Rp 628 juta hingga Rp 10 miliar. Kanal lain miliknya pun meraih angka ratusan juta hingga miliaran rupiah setiap bulannya.
Meski tak pernah membocorkan total penghasilannya, Dedi mengaku biasa membawa uang tunai Rp 30 juta setiap hari, yang dibagikannya langsung kepada warga. Dana itu, sebutnya, juga sebagian berasal dari hasil konten-konten digitalnya.
Dedi Mulyadi berhasil membuktikan bahwa media sosial bisa digunakan bukan hanya sebagai alat pencitraan, melainkan sebagai instrumen komunikasi politik yang efektif, murah, dan membumi.



