Warga Ramai-Ramai Scan Retina Demi Imbalan Uang dari Worldcoin, Ini Penjelasan Fenomenanya
Pesankata.com, Jakarta – Antrean panjang terlihat di sejumlah titik pusat keramaian di berbagai kota di Indonesia. Mulai dari mal, kafe, hingga kampus-kampus ternama, masyarakat tampak rela menunggu giliran untuk memindai retina mata mereka menggunakan sebuah alat futuristik berbentuk bola logam. Fenomena ini bukan bagian dari pemeriksaan kesehatan atau program pemerintah, melainkan proyek global bernama Worldcoin yang menjanjikan imbalan berupa aset digital bagi siapa pun yang bersedia menyerahkan identitas biometrik mereka.
Worldcoin merupakan proyek ambisius besutan Sam Altman, tokoh teknologi asal Amerika Serikat yang juga dikenal sebagai CEO OpenAI. Proyek ini bertujuan menciptakan identitas digital global berbasis iris mata, yang menurut penggagasnya akan digunakan untuk membedakan antara manusia dan kecerdasan buatan (AI) dalam ekosistem internet masa depan.
Pengumpulan data retina dilakukan melalui perangkat bernama Orb, yang secara khusus dirancang untuk memindai iris mata seseorang dan kemudian mengonversinya menjadi sebuah identitas digital unik. Sebagai kompensasi atas partisipasi ini, warga yang telah terdaftar dan berhasil memindai retina akan memperoleh token kripto bernama Worldcoin (WLD), yang nilainya dapat diuangkan dalam bentuk rupiah atau digunakan untuk transaksi di jaringan Web3.
Ratusan Warga Terlibat, Daya Tarik Ekonomi Jadi Alasan
Di lapangan, animo masyarakat terhadap program ini sangat tinggi. Di kawasan Jakarta Selatan, misalnya, tercatat lebih dari 500 orang telah melakukan pendaftaran dan pemindaian dalam kurun waktu dua hari terakhir. Alasan utamanya sederhana: uang. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, insentif finansial dalam bentuk token digital dinilai cukup menggiurkan.
“Saya dapat sekitar Rp 500 ribu kalau dikonversi. Nggak pakai ribet, cuma scan mata,” ujar Irwan (28), warga Depok, saat ditemui di sebuah pusat perbelanjaan yang menjadi lokasi scan Worldcoin.
Namun fenomena ini bukan tanpa kontroversi. Banyak pihak mempertanyakan urgensi, legalitas, serta keamanan dari praktik pengumpulan data biometrik yang dilakukan oleh perusahaan asing kepada warga negara Indonesia secara langsung dan dalam skala masif.
Pakar dan Pemerintah Soroti Keamanan Data
Pakar keamanan digital dan perlindungan data pribadi mengingatkan bahwa data biometrik seperti retina adalah informasi yang sangat sensitif dan tidak bisa diubah jika bocor atau disalahgunakan. Mereka menekankan bahwa masyarakat harus lebih berhati-hati sebelum menyerahkan data pribadi demi imbalan ekonomi sesaat.
“Data retina itu bersifat permanen. Sekali bocor, Anda tidak bisa ganti ‘kata sandi mata’. Harus benar-benar dipastikan bagaimana data itu disimpan, digunakan, dan dilindungi,” ujar Dr. Andi Wicaksono, pakar keamanan siber dari Universitas Indonesia.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan tengah mengevaluasi kegiatan Worldcoin di Indonesia. Fokus utama mereka adalah kepatuhan terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang mulai aktif diberlakukan tahun ini.
“Pengumpulan data pribadi oleh entitas asing harus mendapatkan izin, dilakukan secara transparan, dan mendapat persetujuan yang sah dari subjek datanya,” tegas juru bicara Kominfo dalam keterangan pers.
Worldcoin Klaim Data Aman, Tapi Tetap Diwaspadai
Pihak Worldcoin menegaskan bahwa mereka tidak menyimpan data retina dalam bentuk asli. Menurut mereka, data yang terekam langsung dikonversi menjadi kode kriptografis unik dan dienkripsi untuk mencegah penyalahgunaan. Namun, penjelasan ini belum sepenuhnya memuaskan semua pihak, terutama lembaga swadaya masyarakat yang menilai proyek ini cenderung eksploitatif terhadap masyarakat yang kurang teredukasi soal keamanan data digital.
Organisasi seperti SAFEnet dan ELSAM menyuarakan kekhawatiran bahwa proyek ini bisa menjadi bentuk baru kolonialisme data di mana warga negara berkembang “dijual murah” hanya karena imbalan uang instan.
“Jangan sampai masyarakat kita hanya dijadikan objek eksperimen dan sumber data murah untuk industri teknologi global,” ujar Wahyudi Djafar dari ELSAM.
Perlu Edukasi Digital dan Regulasi Tegas
Fenomena Worldcoin menunjukkan bahwa daya tarik insentif ekonomi bisa mengalahkan pertimbangan privasi dan keamanan. Oleh sebab itu, para pakar mendorong agar pemerintah mempercepat literasi digital dan memperkuat pengawasan terhadap aktivitas yang melibatkan pengumpulan data pribadi, terutama oleh pihak asing.
Dengan semakin berkembangnya dunia digital dan teknologi berbasis AI, Indonesia dituntut untuk memiliki mekanisme perlindungan data yang tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga dipahami secara luas oleh masyarakat.





