Pesankata.com, Jakarta – Dunia internasional tengah memantau dengan cemas perkembangan terbaru di Timur Tengah setelah Amerika Serikat menyerang tiga fasilitas nuklir Iran pada 21–22 Juni 2025. Tindakan ini langsung mengundang respons keras dari Iran dan sejumlah negara besar lain, memunculkan kekhawatiran serius akan potensi perang global.

Serangan yang diklaim sebagai operasi presisi oleh Presiden Trump ini menghancurkan fasilitas Fordow, Natanz, dan Isfahan. Trump menyebut misi militer ini sebagai “sukses penuh”, tetapi sejumlah pakar memperingatkan bahwa langkah tersebut bisa memicu balasan dari Iran dalam berbagai bentuk, termasuk melalui serangan siber atau perlawanan asimetris.

Pemerintah Rusia mengkritik tindakan ini sebagai pemicu krisis besar yang bisa menghancurkan keseimbangan dunia. Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov menyebut Barat telah melewati batas. Presiden Vladimir Putin menyampaikan keprihatinannya atas arah konflik yang semakin berbahaya.

Sebagai balasan, Iran meluncurkan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar, meskipun semua proyektil berhasil dicegat. Serangan ini menjadi bukti bahwa eskalasi kini melibatkan target langsung di wilayah operasi Amerika Serikat.

Di dalam negeri AS, opini politik terbelah. Sebagian besar pendukung Partai Republik menyetujui serangan itu, sementara para Demokrat menilainya inkonstitusional karena dilakukan tanpa persetujuan Kongres.

Eropa turut bersuara. Inggris dan Jerman mengeluarkan pernyataan bersama bahwa aksi militer sepihak dapat menciptakan efek domino yang sulit dikendalikan. PBB dan G7 mendorong semua pihak untuk menahan diri dan membuka jalur diplomatik secepat mungkin.

Meskipun situasi diibaratkan berada di tepi jurang perang dunia ketiga, sejumlah analis percaya bahwa adanya senjata nuklir justru menjadi penghalang eskalasi lebih lanjut karena semua pihak memahami dampak destruktifnya. Hubungan ekonomi global yang saling bergantung juga menjadi rem alami.

Kini, semua mata tertuju pada bagaimana AS, Iran, Rusia, dan kekuatan internasional lainnya merespons ketegangan ini. Harapan masih ada, selama diplomasi tetap dijaga sebagai jalan utama keluar dari krisis.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan