Papua Bergejolak: OPM Umumkan Perang Terbuka, Pemerintah Didesak Transparan
Pesankata.com, Papua – Pernyataan perang resmi dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) terhadap militer Indonesia menciptakan gejolak baru di Papua. Dalam siaran resminya pada 8 Juni 2025, TPNPB Kodap Sinak menyebutkan bahwa mereka tak lagi menganggap konfrontasi dengan TNI sebagai konflik terbatas, melainkan telah memasuki fase perang terbuka.
Alasan utama pernyataan ini, menurut juru bicara TPNPB Sebby Sambom, adalah akumulasi penempatan ribuan personel militer ke wilayah Papua secara diam-diam sejak awal tahun. Operasi itu, menurut mereka, dilakukan tanpa deklarasi resmi dari negara dan melanggar aturan perang internasional yang mensyaratkan transparansi dan legitimasi politik.
“Ini bukan perang biasa, ini perang rahasia. Tidak ada deklarasi, tapi militer terus berdatangan dengan menyamar sebagai warga sipil,” kata Sebby. Ia menyerukan penghentian operasi militer dan pembukaan jalur dialog politik sebagai solusi utama.
TPNPB juga menekankan bahwa kegiatan militer telah mengganggu kehidupan masyarakat adat Papua, mulai dari pengungsian, hilangnya akses tanah adat, hingga gangguan terhadap identitas budaya. Mereka menilai konflik ini tak hanya soal politik, tetapi soal eksistensi.
Pemerintah melalui Panglima TNI membantah adanya operasi militer besar-besaran. Penempatan personel disebut hanya prosedur rotasi rutin, termasuk penggunaan kapal dengan lambang hull 524 yang diklaim hanya bertugas mengantar logistik dan personel pengganti.
Namun perbedaan narasi antara pemerintah dan TPNPB menciptakan kekhawatiran akan terjadinya eskalasi konflik bersenjata. Beberapa wilayah di pegunungan Papua disebut sebagai titik rawan bentrokan yang bisa memburuk jika tak segera dikelola melalui mekanisme damai.
TPNPB dalam tuntutannya meminta agar pemerintah Indonesia:
- Menyampaikan secara terbuka data personel dan maksud penempatan pasukan di Papua
- Mengedepankan perlindungan terhadap warga sipil dan masyarakat adat
- Menyediakan jalur untuk negosiasi politik dan penyelesaian damai berdasarkan hukum internasional
Situasi ini menempatkan pemerintah dalam posisi sulit—antara menjaga kedaulatan nasional dan menjawab tekanan dari kelompok separatis serta tuntutan komunitas internasional atas hak asasi manusia.
Papua kembali berdiri di ambang ketegangan. Tanpa transparansi dan upaya dialog terbuka, konflik berisiko berubah menjadi konflik bersenjata berkepanjangan yang tidak hanya menimbulkan korban, tapi juga memperlebar jurang ketidakpercayaan antar masyarakat dan negara.





