Rolex untuk Garuda: Simbol Motivasi atau Isyarat Ketimpangan?
Pesankata.com, Jakarta – Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan jam tangan mewah Rolex GMT-Master II kepada skuad Timnas Indonesia usai kemenangan dramatis atas China dalam kualifikasi Piala Dunia 2026, menjadi topik hangat di ruang publik. Aksi ini menuai pujian sekaligus kritik tajam, memicu perdebatan mengenai etika kepemimpinan, simbolisme hadiah, dan keadilan dalam pembinaan olahraga nasional.
Dalam pernyataan resmi, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa seluruh hadiah tersebut dibeli dengan dana pribadi Presiden, sebagai bentuk penghargaan dan motivasi terhadap pencapaian luar biasa Timnas. Hadiah bernilai sekitar Rp185 juta per unit itu diberikan tanpa campur tangan anggaran negara.
Namun, reaksi publik tidak sepenuhnya positif. Komika Ernest Prakasa mempertanyakan melalui platform media sosial X apakah pemberian itu sesuai dengan semangat efisiensi anggaran yang belakangan digaungkan pemerintah. Kritik lain datang dari mantan atlet wushu nasional, Lindswell Kwok, yang menggarisbawahi ketimpangan perhatian negara terhadap cabang olahraga non-sepak bola yang selama ini kurang mendapat dukungan layak.
Meski sebagian kalangan melihat hadiah tersebut sebagai wujud kepedulian dan dukungan moral, sebagian lainnya memandangnya sebagai bentuk pencitraan elitis yang bisa memunculkan rasa ketidakadilan. Tak sedikit yang mempertanyakan apakah simbol kemewahan seperti ini sesuai di tengah tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi masyarakat.
Peristiwa ini memunculkan refleksi mendalam mengenai cara negara—dan khususnya pemimpinnya—menunjukkan apresiasi terhadap prestasi. Apakah hadiah mewah adalah bentuk motivasi yang efektif, atau justru menciptakan jurang baru antara simbolisme prestise dan realitas kebijakan?
Perdebatan tentang Rolex dan Timnas ini menunjukkan bahwa setiap gesture simbolik dari pejabat tinggi tidak hanya bicara tentang niat, tetapi juga tentang persepsi, nilai keadilan, dan arah kebijakan publik ke depan.




