Pesankata.com, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa resmi mengumumkan kebijakan pengetatan impor pakaian bekas (thrifting) melalui kelembagaan keuangannya, sebagai respons langsung terhadap praktik balpres yang dinilai merugikan industri tekstil dalam negeri. Pengumuman ini disampaikan pekan lalu dan menjadi sorotan pedagang thrift, pelaku industri, serta publik.

Dalam konferensi pers pada Senin (3/11/2025), Purbaya menegaskan bahwa pihaknya “tidak akan segan menangkap pelaku yang menolak kebijakan ini”.

Pernyataan tersebut memantik reaksi luas karena dinilai sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah akan melakukan supervisi ketat terhadap aktivitas impor pakaian bekas.

Salah satu perubahan utama kebijakan adalah pelarangan impor pakaian bekas yang masuk ke Indonesia tanpa proses legal dan sesuai kriteria. Penjual dan pelaku thrifting yang masih mengimpor atau menjual produk bekas impor ilegal kini menghadapi risiko pemblokiran platform dan penindakan hukum.

Beberapa akun penjual pakaian bekas melaporkan pemblokiran mendadak oleh marketplace sebagai efek kebijakan ini.

Meski pemerintah menyebut tujuan utamanya untuk melindungi industri garmen nasional yang mengalami tekanan berat, sebagian pedagang thrift menyatakan kebijakan ini berdampak negatif bagi usaha mereka. “Saya pikir booming orderan, ternyata akun saya diblokir imbas aturan Menkeu,” ungkap salah satu pedagang di media sosial.

Pakar ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Malang, M.S. Wahyudi, menyebut bahwa meskipun langkah pemerintah memiliki dasar kuat, pendekatan larangan total tanpa transisi yang jelas dapat menimbulkan guncangan ekonomi mikro.

Ia memberikan saran agar pelaku usaha thrifting diberikan opsi pembinaan atau pengalihan ke segmen daur ulang tekstil, bukan segera diberhentikan.

Sementara itu, pengamat industri tekstil mendukung kebijakan tersebut dengan catatan bahwa pemerintah harus memperkuat rantai pasokan dan kualitas industri nasional. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa pakaian bekas impor sering lebih murah dan modis sehingga mengalahkan produk lokal yang harga dan kualitasnya belum bersaing.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan instansi terkait telah menginstruksikan Bea Cukai dan Kepolisian untuk menindak barang pakaian bekas yang masuk dengan mekanisme ilegal.

Regulasi ini dianggap sebagai bagian dari upaya besar untuk meningkatkan nilai tambah industri dalam negeri sekaligus mengurangi defisit neraca perdagangan pada sektor tekstil.

Dengan diberlakukannya kebijakan ini, pemerintah berharap agar industri garmen nasional dapat pulih dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Namun, bagi pelaku usaha thrifting mikro, kebijakan ini menjadi tantangan berat yang memerlukan adaptasi cepat.

Publik kini akan mengamati sejauh mana implementasi kebijakan berjalan dan bagaimana pemerintah menangani efek sosial ekonomi dari pengetatan tersebut.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan