Viral Crossdresser Cina Tiduri Ribuan Lelaki, Kok Bisa?
Pesankata.com, Nanjing – Seorang pria berusia 38 tahun dengan nama belakang Jiao ditahan oleh Kepolisian Nanjing setelah penyamaran jangka panjangnya sebagai perempuan bernama “Sister Red” terbongkar. Ia dituduh merekam diam-diam hubungan seksual dengan ratusan pria dan menyebarkan videonya secara daring.
Kabar ini mencuat setelah warganet Tiongkok memviralkan klaim bahwa Jiao telah “berhubungan dengan 1.691 pria” dan menularkan HIV kepada sejumlah korban. Polisi mengonfirmasi penangkapan namun menegaskan bahwa data jumlah korban dan status medis pelaku masih dalam penyelidikan.
Dari informasi awal, Jiao menyamar menggunakan atribut perempuan—wig, make-up, masker medis, dan pakaian wanita—untuk menipu korban yang ia dekati melalui aplikasi kencan. Ia menawarkan hubungan seksual gratis dengan syarat korban membawa bingkisan seperti minyak goreng atau buah.
Tanpa sepengetahuan korban, hubungan intim tersebut direkam, lalu video dijual kepada grup berbayar seharga 150 yuan per konten. Beberapa video beredar di platform seperti Weibo dan X, membuat publik geram. Pihak berwenang kini bekerjasama dengan perusahaan platform untuk menghapus dan memblokir peredarannya.
Di media sosial, isu ini menimbulkan kegemparan. Tangkapan layar memperlihatkan Jiao di kamar sempit bersama beberapa pria. Dinas Kesehatan Nanjing langsung membuka posko tes HIV sukarela, menyusul kekhawatiran akan penularan penyakit.
Jiao dapat dikenai pasal terkait produksi dan distribusi konten pornografi serta pelanggaran hukum kesehatan apabila terbukti menyebarkan virus HIV secara sengaja. Hukuman maksimalnya bisa mencapai 10 tahun atau lebih, terutama jika menyebabkan korban meninggal.
Publik terbagi antara menyalahkan korban yang dinilai kurang waspada dan mengkritik minimnya pengawasan konten daring. Pakar kesehatan mendesak adanya kampanye edukatif tentang HIV dan keselamatan seksual, khususnya bagi kalangan heteroseksual.
Pihak kepolisian meminta publik bersabar menanti hasil forensik dan tes medis sebelum menyimpulkan lebih jauh. Kasus “Sister Red” menjadi pengingat pentingnya perlindungan privasi dan kewaspadaan dalam dunia digital yang makin kompleks.




