Pesankata.com, Jakarta – Super Junior, grup K-Pop generasi kedua yang debut sejak 2005, sudah menghadapi berbagai kontroversi: dari komentar anggota yang kontroversial sampai tuduhan terkait sikap politis. Meski demikian, fanbase besar mereka, ELF dan publik secara umum belum meng-cancel atau “membatalkan” grup ini secara permanen. Beberapa mekanisme dan budaya fandom menjelaskan situasi tersebut.

Salah satu episode kontroversial terbaru adalah saat anggota Choi Siwon memposting tribute kepada Charlie Kirk, figur konservatif AS yang banyak dikritik. Posting tersebut memicu pro-kontra, kritik keras dari penggemar karena dianggap mendukung pandangan politik tertentu. Namun Siwon segera menghapus posting dan menyatakan bahwa niatnya murni pribadi, bukan sebagai pernyataan politik Super Junior.

Selain itu, Siwon juga pernah “kena cancel culture” akibat suka sebuah tweet yang berkaitan dengan demonstrasi Hong Kong. Penggemar di China dan pengguna media sosial lainnya bereaksi keras, namun Siwon meminta maaf, menghapus tindakan tersebut, dan usaha dialog mengenai maksud perbuatannya dilakukan.

Salah satu alasan Super Junior tidak sampai dicancel secara menyeluruh adalah komitmen ELF yang loyal terhadap identitas musikal dan sejarah grup. Mereka menerima bahwa anggota bisa melakukan kesalahan, tetapi menilai apakah kesalahan tersebut bersifat terus-menerus, terbukti, dan diikuti permintaan maaf atau perubahan sikap. Banyak penggemar menganggap bahwa beberapa kontroversi sudah lama atau bersifat pribadi dan bukan bagian dari aktivitas grup.

Manajemen dan grup sendiri juga punya strategi meredakan konflik. Mereka merespons kritik, menarik pernyataan, mengklarifikasi maksud, dan terkadang meminta maaf. Misalnya pada kasus Siwon yang “like” postingan kontroversial, pernyataan permohonan maaf dan penjelasan dilakukannya secara terbuka.

Kedua, usia dan durasi karier Super Junior memberi mereka keuntungan sejarah. Banyak penggemar atau pengamat melihat mereka bukan hanya idol yang menjual musik, tetapi ikon generasi, pelopor untuk industri K-Pop global, dan sudah melewati masa sulit. Ini memberi buffer terhadap kritik dan kontroversi.

Ketiga, budaya collective memory ELF cenderung mengutamakan nilai-nilai seperti solidaritas antar anggota, toleransi terhadap kesalahan, dan pengakuan bahwa tatkala kontroversi muncul, fanbase bisa memilih untuk tetap mendukung jika ada kejelasan, perubahan, atau penjelasan. Hal ini berbeda dari cancel culture yang cepat menarik dukungan secara massal tanpa ruang dialog.

Meski ada suara-suara elemen dari publik yang mendesak pembatalan, kelompok tersebut tidak pernah mendapatkan dukungan mayoritas untuk memutuskan dukungan secara permanen terhadap Super Junior. Kontroversi lebih sering berubah menjadi diskusi, kritik tajam, atau minta klarifikasi, bukan aksi boikot total atas semua karya mereka.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan