Pesankata.com, Jakarta – Kebijakan pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam RAPBN 2026 memicu reaksi keras dari berbagai kepala daerah. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, pemerintah pusat tidak tertutup untuk meninjau ulang kebijakan ini jika daerah mampu menunjukkan perbaikan signifikan dalam pengelolaan anggaran. Pengurangan TKD dinilai perlu karena rendahnya penyerapan belanja oleh banyak pemerintah daerah.

Dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI, Purbaya menyampaikan bahwa revisi kebijakan hanya bisa dilakukan jika daerah benar-benar meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran. Ia menegaskan komitmen untuk membawa pembahasan ini ke Presiden apabila daerah menunjukkan hasil yang konkret. Pernyataan ini dilontarkan sebagai bentuk respons terhadap tuntutan daerah yang menilai penurunan TKD berpotensi menghambat pembangunan lokal.

Dalam RAPBN 2026, TKD dialokasikan sebesar Rp 693 triliun, turun drastis dari Rp 919,9 triliun pada APBN 2025. Penurunan ini mencapai Rp 226,9 triliun dan dinilai cukup mengejutkan. Purbaya menilai, banyak daerah tidak memaksimalkan penggunaan dana meski anggaran tersedia, sehingga optimalisasi harus diprioritaskan ketimbang penambahan alokasi.

Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri, menambahkan bahwa daerah seharusnya memandang kebijakan ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki struktur belanja yang kurang tepat sasaran. Ia mendorong agar anggaran difokuskan pada program-program dengan dampak langsung, bukan hanya rutinitas administratif. Menurut Tito, keluhan mengenai kekurangan anggaran sering kali muncul dari ketidakcermatan dalam penyusunan belanja.

Meskipun pemotongan TKD menuai kritik, pemerintah pusat memastikan bahwa kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas. Program-program yang langsung menyentuh kebutuhan publik tetap diupayakan untuk berjalan optimal. Sentralisasi dana, meski tidak ideal, menjadi opsi terakhir agar penggunaan anggaran lebih efisien dan berdampak.

Di sisi lain, pemerintah daerah diminta lebih proaktif dalam merespons tantangan ini. Sejumlah pakar ekonomi menilai, kebijakan ini dapat mendorong inovasi dalam tata kelola keuangan daerah. Namun, tanpa perbaikan nyata, sulit untuk berharap perubahan kebijakan di tingkat pusat.

Dukungan dari para kepala daerah kini menyasar penguatan argumen berdasarkan data, bukan hanya tekanan politik. Mereka didorong untuk segera menyusun laporan kinerja yang terukur sebagai dasar evaluasi pemerintah pusat dalam mengambil keputusan.

Dengan tekanan besar untuk berbenah, pemerintah daerah berada di persimpangan penting. Pembuktian efektivitas belanja akan menentukan posisi mereka dalam polemik anggaran tahun 2026.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan