Pesankata.com, Jakarta – Konferensi Tingkat Tinggi Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) yang berlangsung di Riyadh kali ini tampak berbeda dengan kehadiran Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Selain mempererat kerja sama dengan negara-negara Teluk, Trump juga membawa agenda besar yang memicu spekulasi, salah satunya terkait kemungkinan pengakuan Amerika terhadap negara Palestina.

Seorang diplomat dari Teluk yang enggan diungkap identitasnya menyatakan kepada media bahwa Presiden Trump mungkin akan membuat pengumuman resmi tentang pengakuan negara Palestina, tetapi dengan satu syarat penting—tanpa melibatkan kelompok Hamas dalam struktur kenegaraannya. Menurut sumber tersebut, langkah ini bertujuan menyeimbangkan situasi politik yang kian memanas di Timur Tengah.

“Deklarasi pengakuan terhadap Palestina dari AS akan menjadi langkah berani yang mampu mengubah keseimbangan geopolitik kawasan dan mendorong lebih banyak negara Arab ikut serta dalam Perjanjian Abraham,” ujarnya.

Selain persoalan politik, agenda besar lainnya yang dibawa Trump berfokus pada penguatan kerja sama ekonomi, terutama investasi besar-besaran dari negara-negara Teluk ke Amerika Serikat. Tercatat, Arab Saudi menyampaikan komitmen investasi senilai lebih dari USD 600 miliar, sedangkan Uni Emirat Arab bahkan melampaui angka USD 1 triliun.

Kendati demikian, sejumlah pengamat meragukan fokus Trump pada isu Palestina. Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, secara terang-terangan membantah rumor tersebut. Ia menyatakan bahwa Israel tetap menjadi prioritas dan sahabat terbaik bagi Amerika, menepis kemungkinan adanya deklarasi terkait Palestina dalam waktu dekat.

Hal ini juga diperkuat oleh ketidakhadiran dua negara penting yang selama ini mendukung Palestina—Mesir dan Yordania. Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Raja Abdullah II dari Yordania tidak diundang ke KTT kali ini, sesuatu yang dianggap aneh jika isu Palestina memang benar-benar menjadi agenda utama.

Mantan diplomat kawasan Teluk, Ahmed Al-Ibrahim, menyatakan bahwa fokus KTT ini lebih mengarah pada kerja sama ekonomi seperti yang terjadi di tahun 2017. Kala itu, Trump dan Arab Saudi menandatangani perjanjian bernilai ratusan miliar dolar. Kali ini, investasi yang ditawarkan jauh lebih besar dan strategis.

Analis politik Saudi, Ahmed Boushouki, menyebut bahwa Trump telah memberi sinyal kuat bahwa akan ada pengumuman besar terkait kerja sama energi, termasuk proyek pembangunan reaktor nuklir pertama di Arab Saudi. Rencana ini merupakan bagian dari ambisi jangka panjang Kerajaan untuk mengembangkan sumber energi alternatif dan telah dimulai sejak 2011.

Dengan keterlibatan perusahaan internasional dalam proyek tersebut, Arab Saudi berharap dapat menyaingi pencapaian Uni Emirat Arab yang sudah lebih dulu membangun reaktor nuklir Barakah bekerja sama dengan Korea Selatan. Langkah ini dinilai sebagai bentuk transformasi ekonomi besar-besaran di kawasan Teluk, dengan Trump berperan sebagai fasilitator strategis.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan